Hi! It's Girl We Can, support system for women to achieve their life goals through community and content. Welcome to the community, and let's supporting each other!
Halo! Selamat datang di komunitas Girl We Can dari Rimma.co!
Dari kita untuk kita, grup ini bisa menjadi wadah kalian untuk:
- Saling berbagi cerita dan bertanya seputar karir, bisnis, jurusan kuliah, tips merawat diri, dan problema kehidupan lainnya
- Bergabung dengan berbagai grup yang bisa mendukungmu
- Mempromosikan usaha yang sedang dirintis atau jasa freelance kamu
- Membagikan lowongan pekerjaan dan mencari pekerjaan
- Networking dan berkolaborasi!
Punya pertanyaan, ide, atau lainnya? Dengan senang hati akan kami tampung dan dengarkan di hello@rimma.co.
Terima kasih ya sudah bergabung di grup ini! The more the merrier, jadi ajak-ajak temanmu juga ya untuk gabung di grup ini ❤️
Sebagai pekerja perempuan, apa yang kamu harapkan bakal berubah di dunia kerja? Kalau aku punya harapan kecil soal pengembangan pekerja perempuan agar bisa meraih posisi yang lebih tinggi. Soalnya, aku melihat masih ada ketimpangan kerja yang terjadi di beberapa perusahaan di mana sebagian pekerja perempuan sulit buat memperoleh posisi strategis.
Alasannya, stigma perempuan selalu bertindak memakai emosi dan sering menggunakan cuti untuk mengurus keluarga atau hamil membuat perempuan kurang bisa diandalkan menurut Everyday Health. Makanya, perempuan sering terkena glass ceiling, sebuah kondisi di mana pekerja perempuan sulit buat ngedapetin pencapaian tertinggi dalam pekerjaan karena terhalang gender.
Padahal, kemampuan kerja perempuan juga nggak kalah hebat, cuma kondisi tempat kerja kadang membuat perempuan tidak bisa menyuarakan hasil kerjanya. Aku akui buat mengubah stigma itu cukup rumit, tapi memiliki mental yang gigih bisa menjadi upaya buat keluar dari stigma glass ceiling, beb. Selain itu, cari mentor atau rekan kerja yang saling dukung saat di kantor.
Nggak ada salahnya juga, buat ajukan diri untuk mengambil proyek yang sulit dilakukan dan buktikan dengan hasil kerja yang memuaskan. Nah, kalau lagi dihadang masalah, coba untuk menyikapi permasalahan dengan tenang dan logis. Dengan begitu, perempuan bisa dipercaya buat memiliki peran penting, beb.
Kerjaan datang silih berganti itu sudah hal yang lumrah di dunia kantoran. Belum juga selesai eh udah datang lagi kerjaan baru. Kadang, kondisi badan nggak fit pun dipaksain buat nyelesain kerjaan. Iya nggak, beb? Pengennya sih, berbagi kerjaan sama rekan kerja. Entah kenapa sungkan dan rada nggak percaya buat ngebagi tugasnya. Pernah ngerasain perasaan serba salah gini, beb?
Ngebagi tugas sama rekan kerja itu emang nggak mudah, beb. Aku juga ngerasain, kok. Cuma di dunia kerja itu, ada masanya kerjaan nggak bisa diselesaikan sendirian. Salah satu atasan aku pernah bilang gini, “You’re not superwoman but you have a super team” di saat saat sakit atau cuti, bantuan dari rekan kerja diperlukan banget. Tapi, berbagi kerjaan sama rekan kerja tetap sesuai porsi dan kesepakatan biar sama-sama enak, beb.
Kalau udah di posisi genting dan mesti berbagi kerjaan, aku bakal milih dulu rekan kerja yang bisa dipercaya buat nyelesain kerjaan pas aku lagi sakit, misalnya. Meskipun sudah dapat bantuan, aku nggak asal nyerahin kerjaan tanpa alur kerja. Jadi, aku kasih alur kerja serapi dan gaya penyampaiannya bisa dipahami sama rekan kerja, nih.
Udah gitu, aku sesekali memonitor pendelegasian kerjaan lewat surel atau link google yang dikirim. Sisanya, aku mempercayai rekan kerja yang sudah mau membantu nyelesain kerja di kondisi gak memungkinkan. Kalau udah selesai, pas aku kembali aktif kerja, aku ngucapin terima kasih atau mentraktir rekan kerja biar loyalitas tetap terjaga. Kalau kamu sendiri, bagaimana cara membagi kerjaan dengan rekan kerja, beb?
Gak kerasa udah hampir setahun ngerasain pandemi. Pasti yang paling berdampak selain kesehatan itu masalah pekerjaan. Ga sedikit, orang-orang yang kehilangan pekerjaan, bahkan ga sedikit meskipun udah mulai ga betah ada yang terpaksa tetap bertahan. Karena sulitnya cari kerjaan di musim sekarang. Hal ini juga yang sempet aku rasain, ngerasa stuck sama kerjaan tapi satu sisi ga mungkin keluar karena belum dapat penggantinya.
Via Freepik
Akhirnya aku kepikiran buat cari kerjaan sampingan. Awalnya sempat bingung apa yang harus aku lakukan, sampai akhirnya aku mulai coba dari apa yang aku suka. Aku hobi masak, sedikit demi sedikit aku coba buat jual makananku. Jujur awalnya ga percaya diri, tapi kalau ga dicoba siapa yang tahu kan? Berawal dari teman terdekatku dulu, eh ternyata hasilnya banyak yang ngasih respon yang positif. Akhirnya jadi diteruskan, walaupun masih made for orders hihi
Tapi buat kamu yang mungkin punya kendala sama waktu, banyak ko kerjaan sampingan yang bisa dikerjakan dirumah dan waktunya flexible. Kaya misalkan kalau kamu jago bahasa kamu bisa coba jadi penerjemah, dimana penghasilannya juga lumayan. Bisa dicari di situs freelancer, aku sendiri pun kadang suka cari disini hehe. Apalagi sekarang lagi banyak banget beberapa online shop baru yang muncul, mungkin kamu bisa bantu bikin logo, feed instagram kalau jago gambar. Anything is possible, ko!
Nah, dari itu semua uangnya bisa aku kumpulin buat tabungan atau dana darurat. Mungkin malah bisa jadi pekerjaan yang lebih serius nantinya.Kadang kalau emang waktu sama keadaan ga lagi berpihak sama kita. Kita sendiri yang harus pinter muter otak biar bisa terus bertahan. Kalau kamu ada kepikiran lakuin apa nih buat penghasilan sampingan kamu?
Kalau omongin mind map, aku jadi flashback sewaktu SMA. Dulunya, mind map jadi salah satu metode belajar favoritku. Corat-coret di atas kertas polos dengan tinta warna-warni bikin apa yang aku pelajari lebih mudah diingat. Setelah bekerja, akhir-akhir ini aku tertarik kembali dengan mind map yang ternyata bagus untuk pengembangan karir.
Seperti ulasan yang pernah aku temui di The Insider, metode yang diciptakan oleh Tony Buzan ini juga bisa digunakan untuk mengelola project, bikin agenda event, rencana karir untuk lima tahun ke depan, dan memetakan ide-idemu biar gak sayang kalau cuman dilewatkan begitu aja. Mind map bikin tujuan lebih jelas namun ringkas. Setidaknya kita memiliki keinginan dan pemikiran yang lebih berarah.
Sekarang, yuk bikin sama-sama. Pertama, bikin satu tujuan utama atau centre idea yang posisinya berada di tengah. Saat ini, aku memilih Work Life Balance sebagai centre idea-ku. Untuk bagian cabangnya, aku memilih People, Career, Health, dan Growth. Untuk cabang-cabang yang lebih spesifik lagi aku tuliskan di bawah sini, ya.
People
Empati
Hubungan kekaryawanan (bikin birthday card virtual saat karyawan ulang tahun, dll).
Motivasi (bikin ice breaking saat morning briefing biar tambah semangat).
Career
Memperkuat team work
Konsultasi ide/ program baru ke atasan
Menemukan problem dan kesalahan pribadi untuk dicari solusinya bulan ini
Health
Membuat sesi senam/ gerakan ringan untuk teman-teman back office.
Growth
Belajar ulang microsoft Excel.
Mind map bagaikan jaring-jaring yang siap menangkap ide-idemu. Cobain bikin, yuk. Kamu gak akan menyangka bakalan dapat ide baru yang belum pernah kamu pikirkan sebelumnya, loh. Selamat mencoba ☺
Beb, siapa yang di sini pernah dengar @pawmeals dan @pawhaus? Kecintaannya terhadap hewan, mendorong Tania Suganda dan rekan-rekannya mengembangkan bisnis di bidang pet industry. Setelah 5 tahun bekerja sebagai profesional di bidang digital agency dan digital media, mendorong Tania akhirnya memilih untuk pindah haluan. Banyak rekannya yang cukup menyayangkan keputusan Tania untuk resign dan memilih fokus pada bisnisnya, apalagi keputusan tersebut dilakukan saat pandemi.
Keputusan tersebut bukannya tanpa sebab. Awal 2019, mungkin bisa dibilang menjadi titik puncak yang membuat Tania benar-benar berada di persimpangan karir. Berawal dari rasa lelah karena pekerjaan, Tania dan kawan-kawan berencana untuk membuat sebuah bisnis yang berkaitan dengan hewan peliharaan mereka, anjing. Maka pada Maret 2019, @pawmeals terlebih dulu hadir, diikuti @pawhaus yang merupakan pet hotel. Ternyata sambutannya sangat baik. Saat libur tertentu (terutama libur panjang), pet hotel mereka selalu penuh. @pawmeals mereka yang merupakan olahan makanan organik untuk anjing juga mendapat testimoni positif. Seperti anjing yang sebelumnya susah makan dan nggak cocok dengan jenis makanan apapun, ternyata malah cocok dengan @pawmeals.
@taniasuganda
Demand mulai terlihat kuat mendekati akhir 2019. Sayangnya, karena sembari bekerja, Tania jadi kurang fokus untuk mengembangkan bisnisnya. Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Tania memutuskan resign. “Toh, sebenarnya aku dari dulu punya mimpi untuk nggak selamanya berkarir di kantor, dan aku rasa tahun 2020 adalah saatnya.”
Bagaimana caranya memulai bisnis di tengah kondisi yang nggak stabil, seperti pandemi ini?
Persiapan tabungan dan mental
Punya backup plan atau revenue source lain
Fokus ke hal yang bisa dilakukan saat masa pandemi
Tau sasaran konsumen kalian
BERHEMAT!
Saat ini karena pandemi mendorong orang-orang untuk lebih banyak melakukan kegiatan di rumah, sangat jarang yang bepergian dalam waktu lama. Akhirnya untuk sementara pet hotel belum bisa beroperasi penuh dan Tania mulai fokus pada @pawmeals. Lalu, gimana cara Tania dan teman-teman untuk mengedukasi konsumen tentang produk mereka secara online?
Fokus memberi solusi, baru kenalkan produknya
Cari tahu apa keunggulan produk yang selalu bisa disampaikan berulang-ulang
Memanfaatkan giveaway, kolaborasi, dan bergabung ke komunitas. Ini sangat penting untuk meningkatkan awareness, lho!
Selalu beri konsumen yang terbaik, termasuk treat them better. Bahkan kalau makanannya rusak karena logistik, sebaiknya langsung kita kirim gantinya. Penting untuk mendapatkan trust dan loyal costumer, sehingga akan membantu bisnis berkembang lebih pesat.
Menjadi pebisnis pemula, bukan lah hal yang mudah. Tantangan bisa datang dari berbagai pihak. Ini juga yang dirasakan Vita Desya, founder dari @mouchdecoration dan @bymouch.id. Berawal dari ketertarikan mata kuliah wirausaha saat masih aktif jadi mahasiswa pada 2010, mendorong Vita untuk membangun usaha pertamanya. Dimulai dari aksesoris daur ulang, dari tutup botol hingga kertas bekas tugas. Kesan outstanding ini yang kemudian menjadi trademark-nya. Hingga teman-teman sekitarnya selalu bertanya ‘karya ouch apalagi nih?’. Ini lah awal mula bisnis bymouch. Vita jadi makin bersemangat.
Tantangan dimulai ketika orang tuanya mulai keberatan, karena menilai Vita layak untuk kerja kantoran sebagai pegawai. Akhirnya Vita sempat menuruti kemauan keluarga dan bekerja sebagai pegawai biasa. Vita memilih bidang pekerjaan advertising sebagai copywriter. Di sini lah fokusnya mulai terpecah dan bymouchoff sementara waktu.
2014 menjadi titik jenuhnya dalam berkarir dan per 2015 Vita memutuskan resign dan memilih jalannya sebagai pebisnis. bymouch kemudian dihidupkan kembali. Tentu saja pihak keluarga perlu diberi pengertian sedikit demi sedikit. “Aku kerja bukan untuk kejar karir, target aku bisa jadi orang berguna dan berilmu. Aku bekerja untuk dicukupkan bukan dimewahkan,” ujar Vita. Perlahan orang tua Vita mengerti. bymouch juga berkembang menjadi jasa dekorasi untuk berbagai event keluarga, seperti lamaran dan pernikahan, hingga sekarang.
Bagaimana cara promosi bymouch? Mouth to mouth, digital, dan e-commerce. Bagi Vita, kombinasi ketiganya sangat membantu bymouch berkembang hingga saat ini.
Memulai bisnis saat pandemi, bisa kah? Tentu saja bisa. Ini tips dari Vita yang bisa banget dipraktikkan:
Jangan ragu untuk memulai
Selalu coba untuk berpikir positif
Percaya diri dengan produk yang akan dijual
Survei dan coba berbagai platform
Selalu tahu dan paham dengan keadaan pasar, agar bisa improvement
Jangan ragu untuk ikut berbagai komunitas yang sekiranya pas dengan target pasar.
Tidak ada yang menyangka bahwa 2020 akan menjadi tahun yang penuh perjuangan bagi setiap orang. Namun tahun ini juga menjadi spesial bagi Gabriella Sheena, karena berhasil membawa Gabster Fashion Consulting bertahan hingga tahun yang kedua. Bagi Sheena, ini menjadi salah satu titik penting yang mungkin tidak pernah dibayangkan. Sejak duduk di sekolah menengah, Sheena sudah tahu akan melabuhkan pilihan pada dunia fashion. Sempat mengikuti pendidikan formal fashion marketing di Parsons School of Design, New York, dan menjalani magang di beberapa fashion brand ternama seperti MK, Vera Wang, bahkan Chanel, Sheena kemudian memutuskan untuk kembali ke tanah air.
Alasannya? Gue pengen banget membantu local brand untuk bisa bersinar, nggak cuma dalam negeri, tapi bisa sampai ke LN. Impian gue, suatu saat jalan ke mall, brand lokal sudah menggeser posisi brand internasional.
Gabster Fashion Consulting, IG: @gabstersays
2018 kemudian menjadi titik awal perjalanan Gabster Fashion Consulting, sebuah konsultan fashion yang menyediakan jasa campaign, digital marketing, photoshoot, bahkan memiliki konveksi juga. Sempat mengalami underestimate dari banyak orang, Sheena sadar bahwa mendapatkan kepercayaan klien adalah hal yang tersulit. Hingga akhirnya Gabster Fashion Consulting semakin berkembang seperti sekarang.
Gabriella Sheena, founder of Gabster Fashion Consulting
Bagi kamu yang ingin membuat atau mengembangkan brand lokal, terutama di bidang fashion, maka kamu bisa coba terapkan saran dari Sheena ini. Menurut Sheena, ada 3 hal utama yang harus ditetapkan sebelum awal berbisnis, yaitu:
Tentukan brand kayak gimana, identitas, karakternya mau apa?
Tentukan brandingnya mau mengangkat tema apa?
Tentukan target market, mau dijual di mana, ke mana?
Setelah tiga hal ini terpenuhi, biasanya soal nama dan logo akan mengikuti selanjutnya. Logo yang catchy juga penting, tapi itu bukan jadi problem utama. Jadi perjelas dulu visi dan misi brand, karena kalau tidak, biasanya di tengah perjalanan malah bingung dan akhirnya hanya bisa mengikuti tren saja.
Hal ini juga berlaku tentang pemasaran produk dan komunitas. Dalam pemasaran, apalagi di masa seperti ini, sangat bergantung dari visual image yang hanya bisa tercapai jika visi misinya jelas. Brand juga harus berani untuk menyuarakan nilai-nilai yang mereka percayai.
“Terkadang orang itu beli bukan karena butuh, tapi karena brand memiliki nilai yang sama dengan konsumen, misalnya mendukung gerakan tertentu. Otomatis mereka yang membeli, merasa memiliki kesamaan dan brand secara sadar sudah di-branding.”
Konsumen ini yang nantinya menjadi konsumen loyal dan bisa digunakan sebagai komunitas dari brand tersebut. Bagi brand baru dan yang tidak berafiliasi dengan kelompok mana pun, hal ini menjadi sangat menguntungkan.
“Kalau brand udah punya komunitas itu enak bgt, tapi nggak gampang, dan prosesnya panjang, kecuali udah jadi bagian dari suatu komunitas. Membentuk komunitas pun harus pelan-pelan, dimulai dari membentuk brand image dulu. Kalau sudah suka dengan brand image tersebut, lama-lama konsumen akan follow dan share, post, dengan sukarela, lalu brand bisa tarik konsumen untuk masuk komunitas.”
Nah, kira-kira kamu tertarik juga nggak nih, untuk ikut membuat local fashion brand?
Pernah nggak sih, terpikir oleh kamu untuk menggunakan skin care yang benar-benar sesuai dengan kondisi kulit? Even better, yang sesuai dengan skin journey sehari-hari. Di saat industri kecantikan Indonesia mulai terasa jenuh dengan produk kosmetik dekoratif, Base hadir memberikan udara segar dengan customized skincare yang menghadirkan produk untuk setiap jenis kulit yang berbeda!
Buat kamu yang belum tahu, Base adalah brand yang menyediakan produk perawatan kulit yang sudah dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Sehingga produk Base yang kamu gunakan dibuat berdasarkan tipe kulit, skin-goals, gaya hidupmu, dan telah disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada di diri konsumen itu sendiri! Canggih banget, beb!
Bantuan Algoritma
Base Skin Care - produk perawatan wajah yang bisa dipersonalisasikan sesuai dengan kebutuhan masing-masing
Keunikan dari Base, dibantu dengan algoritma, akan membimbing kamu selama proses pencarian produk yang tepat. Tapi, pertama-tama kamu harus memberi tahu dulu nih kondisi kulit dan gaya hidupmu melalui Base Skin Test.
Apa saja yang harus disiapkan untuk Base Skin Test? Tentu kamu harus mengetahui jenis kulit terlebih dulu. Lalu cuci muka dan mulai mengerjakan tesnya 30 menit kemudian. Hindari juga pemakaian produk skin care apapun itu. Cantumkan skin goals, kondisi kulit wajah (seperti frekuensi jerawat, jenis jerawat, bagian yang berjerawat, dan kondisi kulit keseluruhan), alergi, penggunaan zat aktif, frekuensi di bawah matahari, dan gaya hidup. Semakin komplit, semakin mudah menganalisis dan membantu produk yang tepat.
Untuk Base Skin Test ini, sangat direkomendasikan untuk melakukan tes secara berkala. Tujuannya agar formula yang kamu gunakan selalu tepat. Jangan khawatir, buat kamu yang sudah pernah mengikuti Base Skin Test, ada fitur untuk pengulangan dan hasil yang diberikan terlihat secara historikal.
Didasari masalah kecantikan di Indonesia
Yaumi Fauziah Sugiharta - CEO Base Skin Care
Ketika membangun Base, Yaumi Fauziah Sugiharta, sebagai CEO, menemukan sebuah big hole di industri kecantikan dan perawatan wajah di Indonesia. Bersama dengan Ratih Permata Sari - CPO Base, mereka kemudian menemukan dan merinci masalah kecantikan tersebut sebagai modal awal membangun Base. Utamanya, para perempuan yang baru mengenal skin care dan kesulitan menemukan yang cocok.
The beauty problem di Indonesia
- Kesulitan remaja perempuan yang menemukan dan membeli sesuai kebutuhan.
- Terlalu banyak pilihan yang ada di pasar, jadinya bingung.
- Budget yang nggak sesuai. Berbeda dengan di luar, di Indonesia, misalnya kamu beli skincare dan nggak cocok, kamu nggak bisa komplain. Jadinya uang kamu nggak bisa kembali. Komisi perlindungan konsumennya belum berjalan maksimal. Bisa dibayangkan ketika kamu sudah terlanjur mengeluarkan dana sekian banyak dan nggak cocok dengan produknya?
- Tiap kulit itu unik! Ini yang bikin kebutuhan tiap kulit itu beda. Nggak bisa digeneralisasi hanya dengan kondisi umum saja.
Buat Yaumi, ini sebuah hard truth yang terjadi di Indonesia. Padahal, Indonesia memiliki keberagaman yang luar biasa sehingga tidak semua orang memiliki kulit putih. Begitu juga sebaliknya, tidak semua orang ingin memiliki kulit putih. Beberapa pun hanya ingin kulit mereka terlihat sehat, dengan menggunakan produk clean, free of suspicious ingredients dan juga sustainable. Sayangnya produk-produk seperti ini sulit didapatkan di Indonesia dan harganya cenderung lebih mahal.
Yaumi sendiri sudah aktif dengan blog yang mengedukasi pemakaian skin care dan clean beauty, akhirnya merasa terdorong untuk membuat rangkaian perawatan wajah yang bersifat personal didasari dari skin care journey masing-masing, yang kemudian kita kenal dengan Base.
Bisnis kecantikan di Indonesia, mau dibawa ke mana?
Menyoal bisnis kecantikan dan perawatan wajah di Indonesia, sejak 2015 brand lokal untuk makeup itu kualitasnya udah oke, harganya oke, dan sangat mendengarkan kebutuhan konsumennya (saat itu masih di gen millenial). Sehingga bagi Yaumi pribadi, teman-teman yang decide to jump to local beauty industry itu hebat banget.
Nah, dari sini Yaumi yakin dengan potensi bisnis makeup dan skincare lokal, karena konsumennya ada. Apalagi dengan karakteristik Gen Z yang memiliki sifat loyal. Sehingga sedikit demi sedikit konsumen bisa lepas dari ketergantungan dengan produk luar.
Ke depannya berharap banyak dengan andil pemerintah untuk mengembangkan bisnis lokal makeup dan skincare ini. Yaumi berkaca dari Korea Selatan, yang pemerintahnya juga memiliki andil besar dalam mendukung produk kecantikan tembus ke pasar internasional. Seperti bentuk diplomasi.
Indonesia itu sudah punya asetnya dan kalau pemerintah mau serius melihat ini, bisa banget seperti Korea Selatan. Jadi harapannya brand lokal dan pemerintah mau bersinergi lebih lanjut. - Yaumi Fauziah
Mau coba bikin bisnis local beauty atau skincare a la kamu? Begini tips dari Yaumi:
Kamu harus memahami solving the problem. Ketahui apa problem-nya, ketahui solusinya.
Saat kamu mengetahui problemnya, cari tahu dulu, problem ini nyata atau tidak? Besar atau tidak? Jangan sampai ternyata nggak ada masalah atau masalahnya tidak terlalu besar. Di sini kamu juga harus mengetahui substitusi dari produk yang akan dibuat. Pastikan produkmu (solusi dari masalahnya) harus lebih baik, kalau bisa 10x lebih baik.
Setelah melihat masalah dan solusi, saatnya kamu melakukan validasi pasar, caranya dengan riset. Riset ini akan membantu menentukan seberapa besar pasarnya dan ekspektasi dari konsumen tersebut. Untuk sedikit mempermudah, coba berangkat dari komunitas-komunitas yang ada.
Jangan lupa juga berdialog dengan calon konsumenmu. Adakan FGD kecil atau wawancara. Data yang kamu punya akan lebih mendalam.
Setelah di titik ini, saatnya kamu mempersiapkan diri. Dunia bisnis itu cukup berat, kalau kamu tipe orang yang perlu co-founder, sebaiknya segera dicari, ya. Sehingga beban pikiran bisa dibagi berdua, termasuk pembagian tugas untuk mengembangkan bisnis.
Masih belum PEDE? Coba untuk mapping hal apa saja yang membuatmu yakin dan tidak yakin.
Saran yang terakhir adalah JUST DO IT! Berani terjun dengan segala kemampuan yang sudah kamu punya.
Gimana beb? Semakin tertarik mencoba produk Base? Atau bahkan semakin tertarik mengikuti jejak Yaumi dan Ratih untuk berbisnis di dunia kecantikan berbasis teknologi? 😁
Era digital yang mendorong semakin lebarnya keran informasi, membuat hal-hal yang selama ini dianggap tabu, menjadi hal yang lumrah dan biasa. Termasuk juga ketika kita berbicara tentang politik. Selama ini, isu tersebut selalu dikategorikan isu elit, yang mana hanya orang-orang tua, yang berpengalaman, yang datang dari latar belakang politik, yang bebas berbicara dan membahas isu tersebut. Namun pergeseran semakin terlihat ketika anak-anak muda semakin sering turun ke jalan untuk berdemonstrasi dan ikut menyuarakan pendapat melalui media sosial.
Abigail Limuria (@abigailimuria)
Di dalam golongan anak muda ini, ada kelompok yang menurut Abigail Limuria dan Faye Simanjuntak belum terjamah untuk berpartisipasi dalam sosial politik Indonesia, yaitu anak-anak muda Indonesia internasional - mereka yang berkuliah atau bekerja di luar negeri. “Sebal dan gregetan karena kelompok ini selalu ribut dan peduli banget dengan kondisi sosial politik internasional, tapi cuek tentang isu sosial politik dalam negeri Indonesia.”
Atas dasar keprihatinan tersebut, Abigail yang sebelumnya menulis Lalita Project dengan Grace Kadiman, ikut serta dengan Faye Simanjuntak - founder Rumah Faye, membentuk sebuah komunitas yang bernama What Is Up Indonesia atau WIUI.
“Ada beberapa asumsi dari kami mengapa mereka sampai cuek, karena kendala bahasa, pembahasan yang terlalu rumit dan berbelit, dan media Indonesia yang kurang bisa membahas secara menyeluruh. Makanya seluruh konten WIUI kami buat dengan bahasa Inggris, dengan tujuan anak-anak muda ini merasa ‘dilibatkan’.”
Salah satu konten dari What Is Up Indonesia, mengenai Omnibus Law (@whatisupindonesia)
Dalam perjalanan WIUI, tentu tidak semudah menerjemahkan informasi dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris. Abigail juga perlu membaca keseluruhan isi berita, mencari dari berbagai sumber. Apalagi kalau konten tersebut berkaitan dengan undang-undang, maka Abigail juga wajib untuk mempelajari undang-undang dan lembaga terkait sebelum akhirnya diterjemahkan. Tentu saja mereka pernah salah, salah menerjemahkan, salah tulis, salah memberi info. Namun dari hal tersebut mereka belajar untuk lebih baik lagi. “Lama-lama makin biasa dan makin bisa.”
Selain itu mereka harus pintar membagi waktu dan peran, karena Abigail masih full time untuk proyek Lalita dan Faye sendiri masih duduk di bangku kuliah dan mengelola Rumah Faye. Ada beberapa kondisi yang menuntut mereka harus fokus mengerjakan konten WIUI, misalnya ketika terkait isu-isu sensitif. Di luar itu, bagi Abigail, mengerjakan WIUI memberi banyak perspektif baru. “Hal menarik selama mengerjakan WIUI ini adalah aku dan Faye sadar bahwa tidak ada satu pun headline berita yang berdiri sendiri. Kita nggak bisa mencerna berita hanya dari satu kejadian. Semua hal saling terkait, sejarah, kultur, dan hukum. Seru dan menarik, walau kompleks!”
Hal ini juga yang menyadarkan Abigail, bahwa kondisi perempuan Indonesia masih menghadapi tantangan yang berlarut-larut. Menurut Abigail, mengutip dari Komnas Perempuan, perempuan Indonesia masih menghadapi banyak sekali diskriminasi struktural dari peraturan, hukum, dan norma. Bahkan, masih ada sekitar 300 peraturan daerah yang diskriminatif dan membatasi ruang gerak perempuan! Abigail mencontohkan kasus di mana perempuan yang hendak masuk ke militer masih diwajibkan untuk ikut tes keperawanan. “Itu baru mengenai hukum, belum lagi masalah kultur dan norma. Kalau di kota besar, sudah mulai ada perubahan, tapi daerah? Masih ada perkawinan anak, permasalahan perdagangan perempuan, pelecehan seksual, dan pemerkosaan.”
(@whatisupindonesia)
Tantangan ini semakin berat dengan masalah kebebasan berpendapat yang justru semakin terancam. Bagi Abigail, kebebasan berpendapat adalah pondasi dari demokrasi dan hanya dengan kebebasan berpendapat kita bisa menuju sistem, peraturan, dan negara demokrasi yang semakin baik.
“Ketika kita semua bisa saling berdialog, berdebat, dan mengasah pendapat tanpa takut, di situ kebenaran & progres bisa tumbuh subur.”
Sayangnya, menurut survei Komnas HAM & Lembaga Indikator Politik Indonesia menunjukan bahwa mayoritas masyarakat masih takut untuk memberi pendapat, apalagi kritik. Kasus UU ITE pun melonjak drastis di tahun 2018-2020.
Untuk penyelesaian kasus kebebasan berpendapat, hanya bisa dimulai dari undang-undang. Harus ada undang-undang yang melindungi kebebasan berpendapat & pasal-pasal karet yang bisa mengkriminalisasi harus diperbaiki. Sehingga ke depannya, diskursus publik mengenai kondisi sosial politik Indonesia bisa menjadi lebih dewasa dan nggak mentok hanya di satu tempat.
Abigail berharap, WIUI dapat menjadi wadah yang sesuai dengan nilai kebebasan berpendapat, mendorong anak-anak Indonesia internasional ini untuk percaya, bahwa suara mereka memiliki nilai sangat penting untuk perubahan. “Sehingga mereka semakin merasa terkoneksi dengan negaranya dan nggak merasa Indonesia hanya ‘status negara dalam paspor’.”
Ketika seseorang mengalami trauma, bukanlah hal yang mudah untuk berbagi kisah pahit ini dengan orang di sekitar. Ada perasaan takut, cemas, bahkan rasa malu yang terus menyelimuti kita. Aku sendiri paham banget beb gimana susahnya untuk speak up soal trauma yang pernah kualami. Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya, aku berani berkata kalau aku lagi nggak baik-baik aja.
Mungkin banyak dari kalian yang bingung, kenapa sih penting banget buat cerita soal trauma ini ke dunia luar? Kenapa nggak dipendam aja sendirian? Toh, trauma ini akan terlupakan seiring berjalannya waktu...
Well, sebenernya itu hak setiap orang sih, mau cerita atau nggak tapi dari pengalamanku sendiri, ketika aku memaksakan diri untuk bersikap seolah-olah nggak ada yang terjadi, justru itu bikin aku semakin terpuruk dan nggak semangat buat menjalani hidup. Hari-hariku suram, sikapku lama-kelamaan berubah, dan aku pun sadar kalau tindakanku ini nggak cuman mempengaruhi diriku seorang, tapi juga orang-orang yang aku sayangi.
Pertama kalinya aku jujur soal traumaku ini, banyak banget respon tak terduga yang kuterima. Yah, ada aja sih orang yang memandang sebelah mata bahkan sampai nge-judge, bilang aku lemah atau apalah tapi aku mencoba buat nggak menghiraukan itu karena masih ada lho orang yang mau mendukungku dengan tulus. Aku sangat bersyukur ketemu orang seperti mereka karena ini momen yang langka. Berkat itu juga, aku bisa kembali bangkit secara perlahan.
Aku tahu buat speak up itu nggak mudah, tapi aku mau kalian tahu, kalau kita nggak sendirian di dunia ini. Memang susah buat mengembalikkan kepercayaan yang hancur tapi ketika kita menemukan orang yang tepat, semuanya pasti bakal baik-baik aja kok. Fokus ke hal yang positif dan sayangi diri kita sebanyak-banyaknya. Cepat atau lambat, kita semua pasti bisa kembali tersenyum dan bahagia. Percaya deh!^^